Bukan tanpa makna jika para
praktisi maupun akademisi melabeli sebuah kompetisi olahraga berskala
internasional sebagai Mega-Event. Tengok Afrika Selatan (Afsel) di tahun 2010,
mereka menyadari penuh bahwa gelar tuan rumah Piala Dunia yang berhasil diraih
merupakan momentum besar sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh elemen
masyarakat. Kesuksesan di berbagai bidang yang membawa Afrika Selatan sebagai
bangsa yang bangga menurut Presiden Afsel Jacob Zuma tidak didapat hanya dalam
waktu semalam. Selama delapan tahun baik sebelum tender Piala Dunia maupun
setelahnya, pemerintah Afrika Selatan melibatkan berbagai pihak untuk turun lapangan,
membentuk gambaran baru bagi Afrika Selatan sebagai brand South Africa (SA).
KE NAKO. Celebrate Africa’s
Humanity™ menjadi sering terdengar di telinga masyarakat global sebagai jargon
milik SA, yang juga sering disadur menjadi It’s
Time for Africa. Jargon yang diturunkan dari brand tagline Alive with Possibilities menggantikan brand positioning Afrika Selatan sebagai
Rainbow Nation, merupakan produk dari
International Marketing Council (IMC) Afrika Selatan. IMC yang berdiri pada
tahun 2002 merupakan badan inisiatif pemerintah yang terdiri dari Kementerian
Komunikasi dan Informasi, sponsor dan investor, South Africa Tourism,
Departemen Perdagangan dan Industri, seluruh agensi kehumasan baik lokal maupun
internasional, serta agensi komunikasi terkait lainnya.

Pekerjaan IMC memang tidak hanya
untuk merumuskan strategi komunikasi brand SA namun juga narasi politik untuk
menguatkan peran Afrika Selatan di mata dunia. Hal ini mengarah kepada peran
kehumasan yang disadari penuh oleh IMC untuk dapat menceritakan berbagai hal
positif dari Afrika Selatan. Karena orang akan memutuskan untuk datang ke
Afrika Selatan berdasarkan apa yang mereka baca tentang Negara tersebut di
media (National Communication Partnership Report, 2009).
Faktanya, IMC dapat membuktikan
bahwa pekerjaan mereka membuahkan hasil yang positif. Data dari SAT Departure
Survey menyebutkan, sebanyak 309,554 turis asing datang ke SA untuk Piala Dunia
dan sebagian besar dari Eropa. Total pengeluaran para turis tersebut saat
berada di SA mencapai 3,64 triliun Rand. Hasil tersebut tidak mengherankan saat
melihat berbagai agensi kehumasan yang terlibat, termasuk Portfolio Marketing
Group yang khusus mempublikasikan SA kepada masyarakat Amerika Serikat.
Inisiatif Afrika Selatan dalam
mengemas negaranya dengan balutan olahraga akbar dunia dimulai bukan dari
membangun stadion Soccer City yang megah, namun strategi komunikasi dengan
peran inti kehumasan di dalamnya.
Hal tersebut membuat kita bertanya, apakah Indonesia dapat belajar dari sebuah Negara yang sebelumnya sarat akan Afro pesimistik? Apa kita dapat melakukan hal serupa untuk Asian Games yang berjarak kurang dari empat tahun dari sekarang ?
Sumber :
- Al-Khalil, Ramsey, 2013. Social Issues of World Cup in Africa. University of Duke. [Online] Available at : http://sites.duke.edu/wcwp/world-cup-2014/the-2010-south-africa-world-cup-highlights-politics-lessons-for-brazil/social-issues-of-world-cup-in-south-africa/
- Freschi,F., 2011, "Dancing in Chains" The Imaginary of Global South Africanism in World Cup Stadium Architecture, Journal of African Art, 44 (2)pp. 42-55
- Dowse, Suzanne, 2011, Power Play : International Politics, Germany, South Africa and the FIFA World Cup, Occasional Paper No 82, South African Foreign Policy and African Drivers Programme
- International Marketing Council. 2009. Brand South Africa. National Communication Partnership Conference. [Online] Available at http://www.imc.org.za/content/ncpc2010/ncp_2009report.pdf
- PR Newswire, 2010. South African Tourism Recognizes PR Success of 2010 FIFA World Cup™ [Online] Available at http://www.prnewswire.com/news-releases/south-african-tourism-recognizes-pr-success-of-2010-fifa-world-cup-99482364.html
0 comments:
Post a Comment