Sudah cukup penat dengan huru-hara kenaikan Bahan Bakar Minyak atau akrab dikenal dengan Om BBM? Well, jangan dulu, karena di kolom isu ini saya ingin menyampaikan sisi leadership dalam menghadapi isu kenaikan BBM kepada teman-teman. Sisi leadership yang dimaksudkan adalah bagaimana seorang pemimpin menghadapi isu yang ada. Dalam hal ini, saya ingin membahas mengenai peran BEM UI yang tentunya ditilik dari Ketua organisasi kemahasiswaan ini dalam menanggapi isu kenaikan BBM.
Faldo Maldini, Ketua BEM UI, mungkin saat ini wajahnya sudah sering menghiasi layar televisi teman-teman di rumah. Beliau aktif menyuarakan aspirasi 'mahasiswa' dalam menolak kenaikan BBM. Bahkan kalau teman-teman mencari nama BEM UI di search engine, maka hasilnya yang muncul adalah sebagai berikut :
Penuh dengan pemberitaan aksi untuk menolak kenaikan BBM, dengan mengusung nama para mahasiswa UI dan 'mewakili' seluruh fakultas yang ada di UI. Para mahasiswa yang melakukan aksi menyampaikan segala komentar dan alasan mengapa mereka menolak pengurangan subsidi BBM. Begitupula yang disampaikan oleh ketua BEM UI :
Teman-teman bisa melihat beberapa kalimat yang dilingkari, mengutip cerita dari beberapa mahasiswa Adm. Fiskal FISIP UI, bahwa keterangan Faldo (selaku ketua BEM UI) dalam menaikkan tax ratio berdasarkan PDB itu butuh banyak pertimbangan dan kajian, tidak semudah melontarkan wacana. Utk meningkatkan tax ratio tsb dibutuhkan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Yang paling sederhana yaitu dengan menaikkan tarif pajak Wajib Pajak yang sudah terdaftar atau menambah jumlah masyarakat yang terdaftar sebagai Wajib Pajak baru.
Pertama, jika menaikkan terus tarif pajak maka yang akan ada justru demo besar susulan, karena masyarakat merasa dirampas hak atas penghasilannya. Jika menambah jumlah masyarakat yang terdaftar sebagai Wajib Pajak baru, masih terkendala dengan banyaknya masyarakat kita yang belum memiliki pendapatan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), jangankan buat bayar pajak wong buat makan saja sulit. Jadi apakah solusi yang ditawarkan tersebut sudah dikaji. Apakah beliau telah mengumpulkan opsi-opsi solusi berdasarkan setiap fakultas di UI yang mana memiliki disiplin ilmu yang berbeda sehingga logikanya dapat menjawab multiple effect dan memberi solusi dari segala aspek.
Mengutip kembali, dari salah satu mahasiswa FE UI, yang menjabat sebagai kepala bidang internal BEM FE UI, BEM UI memang sudah mengadakan diskusi dengan seluruh fakultas se UI, namun menurutnya belum bertindak adil dalam mewakili seluruh sikap fakultas-fakultas tersebut. BEM UI hanya mengumpulkan, menanyakan sikapnya, dan menyatakan sikap BEM UI sendiri. Tanpa merasa bertanggung jawab atas pendapat berbeda dari fakultas lain, BEM UI sudah turun ke jalan melakukan aksi menyatakan sikap menolak kenaikan BBM. Tidak menggubris sikap lain seperti BEM FE. Saya tidak menyalahkan pihak manapun, namun apakah managemen yang dilakukan BEM UI terhadap internal kemahasiswaan sudah baik, saya rasa perlu dikaji ulang.
Lucu jika teman-teman melihat adanya perbedaan antara sikap antara lembaga kemahasiswaan tersebut. Di mana seharusnya BEM UI mengakomodir dan benar-benar mewakili sikap dan suara mahasiswa UI.
Jadi jika pada kutipan berita yang saya lingkari benar adanya, apakah 25 wakil dari BEM Fakultas se-UI tersebut termasuk BEM FE?Yang secara gamblang menyatakan sikapnya bertentangan dengan sikap BEM UI. Lagi - lagi jika managemen internal BEM UI dalam mengakomodir mahasiswa UI telah baik, maka tidak ada lagi pernyataan sikap secara gamblang yang jelas bertentangan dengan sikap BEM UI yang telah digembar gemborkan sana sini. Tidak ada lagi mahasiswa yang berpikir bahwa solusi yang disampaikan kurang cerdas. Perlunya kajian bersama dan diskusi dalam memberikan solusi bersama. Perbedaan pendapat di internal UI sendiri pun menarik pemberitaan media.
(tulisan Dzulfian Syafrian)
Kalau saya boleh memberi contoh, dapat dikatakan bahwa managemen kelembagaan mahasiswa ITB patut ditiru. Mereka sebelum menyatakan sikap, mengkaji permasalahan ini bersama HIMA lainnya, mencari solusi yang tepat dari setiap kajian yang telah setiap HIMA lakukan, tidak memaksakan pandangan kabinet KM ITB (semacam BEM) semata.Teman-teman dapat membuka notulensi kajian tersebut, di bawah ini :
Bahkan di dalamnya terdapat statement, jika kajian yang mereka lakukan belum siap dan matang serta belum menawarkan solusi apapun, maka sebaiknya jangan dulu menyatakan sikap atau aksi. Lalu mengutip dari Ketua Kongres KM ITB, bahwa ada juga beberapa HIMA di ITB yang tidak serta merta menolak kenaikan BBM. Namun pihak KM ITB tidak hanya melakukan kajian bersama sesekali, sehingga HIMA lain menyetujui satu suara untuk menolak kenaikan BBM per 1 April. Mereka pun tidak hanya mempunyai rencana untuk melakukan aksi. Namun secara horizontal, mereka menghimpun para mahasiswa ITB dalam mengurangi pemakaian kendaraan bermotor lalu solusi untuk daerah Bandung khususnya jika BBM tetap naik untuk menanggulangi kesulitan transportasi.
Poin yang ingin saya sampaikan, kepemimpinan yang dapat merangkul seluruh pihak sangatlah penting, apalagi dalam hal ini menyangkut organisasi besar yaitu BEM UI dan menyeret institusi besar yaitu Universitas Indonesia. Jadi perlu berhati-hati dalam memutuskan dan menyatakan sikap sehingga dapat mewakili seluruh stakeholders yang ada. Jika pemimpin tersebut tidak berhasil merangkul, maka akan berakibat buruk bagi internal relation kelembagaan. Berdampak pada reputasi lembaga dan dukungan terhadap lembaga tersebut.
Sumber : http://majalahganesha.com/blog/2012/03/25/solusi-kenaikan-harga-bbm-nuansa-purba-pn-itb-08/
http://www.beritasatu.com/mobile/nasional/37223-rektor-itb-mahasiswa-bisa-mengerti-kenaikan-bbm.html
Interview penulis
hahaha thxlah di suarakan.. dan dituliskan semoga mereka membaca yaa, dan mampu membuka pikirannya..
ReplyDeleteiya2, suru teman2 BEM lu baca,hehe.sekalian promosi
ReplyDeletesiapa tuh anak fiskalnya? yg belajar ud hampir 4 taun aje masih butuh pertimbangan mau ngomong ratio.
ReplyDelete