Well, seperti judul blog ini Mind,Self,Society, teman-teman pasti dapat menebak kira-kira artikel apa saja sih yang bakal saya sampaikan. Tepat sekali, seputar kepemimpinan atau lebih tepatnya untuk memperkaya softskill kita dalam memanage diri dan society di sekitar kita.
For the first, saya akan berbagi pengalaman saya sendiri, di mana terakhir ini saya dan teman-teman pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HMIK) FISIP UI mengadakan Latihan Dasar Kepemimpinan. Kegiatan ini selain untuk memberi bekal kepada teman-teman angkatan muda sekaligus untuk menyaring para pengurus HMIK 2012. Singkatnya, saya tidak akan bertele-tele menceritakan apa saja sih kegiatan ini serta tujuan-tujuan spesifik lainnya. But so far it worth for our society. Saya akan membahas salah satu materi dari kegiatan ini, yaitu simulasi kepemimpinan.
Simulasi ini berjalan dengan hanya menunjuk satu instruktur di setiap kelompok, di mana hanya ada dua kelompok besar (saat itu satu kelompok berjumlah sekitar 10-12 orang). Para anggotanya tidak boleh berbicara sama sekali, hanya instruktur yang boleh. Jika mereka hendak berkoordinasi, hanya diperbolehkan dengan isyarat atau bahasa tubuh (nonverbal). Setiap kelompok diberi beberapa pack sedotan, dan ditugaskan untuk membangun menara setinggi-tingginya dari sedotan-sedotan tersebut. Kelompok yang menang adalah kelompok dengan menara paling tinggi dan kokoh.
So, what can we conclude? Dari simulasi tersebut, saya dapat melihat bahwa dengan mereka tidak boleh berbicara, mereka belajar untuk mendengarkan dengan baik, meredam ego pribadi masing-masing. Karena tidak sedikit contoh kasus di mana dalam satu kelompok maupun organisasi, banyak opinion leader yang merasa harus ikut menentukan keputusan dan tidak jarang berakhir dengan debat kusir.
Pada simulasi tersebut, kebetulan dari dua kelompok tersebut, terdapat dua jenis instruktur yang berbeda. Pada kelompok A,mereka memiliki instruktur yang efisien dan efektif dalam memberi arahan, strateginya pun mudah dimengerti. Jadi anggota mereka pun dapat dengan mudah mengeksekusi. Dia pun betul-betul meninjau kembali setiap detail bangunan, apakah sudah tersusun dengan baik. Sedangkan pada kelompok B, mereka memiliki instruktur yang terlihat bingung dalam menentukan strategi, kurang inovatif. Sehingga pada saat mereka tertinggal dari kelompok lain, instruktur tsb ikut frustasi dan ia menaikkan intonasi suaranya saat memberikan instruksi. Hal tersebut pun berakibat pada kinerja anggota. Di satu sisi anggota ingin ikut mengarahkan kalau perlu mengganti strategi, namun mereka tidak dapat mengutarakan hal tersebut.
Hasil dari permainan ini, kelompok A lah yang menang dan berhasil.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemimpin menentukan bagaimana proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya berjalan, lalu tentunya menentukan hasil. Kalau teman-teman mau melihat di sekeliling kita, ada banyak hal-hal seperti ini terjadi. Bagaimana kita terlibat dalam suatu pengambilan keputusan tapi kita tidak dapat mengutarakan opini kita. Bagaimana kita merasa dan bisa mengutarakan opini kita, namun kita tidak mau mendengarkan dan tidak menjalankan kewajiban kita sebagai anggota. Bagaimana kita ditunjuk sebagai pemimpin namun kita tidak dapat menjalankan fungsi tersebut.
nice game.. bisa dicontoh nih buat LDK di kampus gw hehehe :-D
ReplyDeletekampus lu ada ldk syir?ini jg baru taun ini kita terapkan :)
ReplyDeleteada juga, dan udah mulai jalan lah sekitar 2 tahunan ini, tapi masih mencari ramuan yang tepat :D mudah-mudahan makin mantap dah pemupukan karakter pemimpinnya :)
ReplyDelete